Sabtu, 22 Januari 2011

Paras Ayu Waduk Malahayu

REP | 27 September 2010 | 07:24 177 7 2 dari 2 Kompasianer menilai Menarik

Otak yang semula mendidih akibat terbakar sengatan matahari menjadi dingin, pikiran pun kembali ngejreng saat dua bola mataku menatap hamparan air di waduk Malahayu. “Mmm…Malahayu, parasmu pancen ayu,” gumamku.
Rabu (8/9/2010) sekira pukul 13.00 WIB tepatnya dua hari menjelang Lebaran 1431 Hijriah, cuaca begitu panas membuat urat saraf otak meronta-ronta seolah ingin keluar dan berendam di kolam yang berisi air Zam-zam. Hiruk pikuk warga yang hendak prepegan (tradisi belanja di pasar dua hari menjelang Lebaran-red) menambah sengatan matahari makin terasa.
Belum lagi suara deru klakson dan knalpot dari bebek mesin asal Jepang. Rasanya ingin merontak dan berteriak karena tidak kuatnya menahan panas siang itu. Meski cuaca kurang bersahabat aku tetap melaju menarik gas motor merk vario warna merah milik adiku. “Kita syukuri aja, hujan juga berkah panas juga berkah bagi para pedagang es,” hibur saya dalam batin di tengah rasa putus asa yang menggelayut dalam pikiranku.
Perjalanan kali ini ditemani istri dan Hazimah Ayu Fadia, anak pertama kami yang lahir sehari sebelum peringatan Hari Kartini yaitu Sabtu, 20 April 2008 sekira pukul 03.00 dinihari. Waduk Malahayu yang berada di Desa Malahayu, Kecamatan Banjarharjo, Kabupaten Brebes, merupakan target tour wisata yang sudah aku incar sejak lama. “Pokoknya aku harus ke waduk Malahayu,” kataku pada istri saat hendak mudik.
Rasa keinginanku untuk bisa keliling Waduk pun tak terbendung. Aku pun langsung memanggil pria berkulit sawo matang pemilik perahu di kawasan tersebut untuk mengajak keliling Waduk, yang memiliki luas kurang lebih 944 hektare. “Berapa keliling waduk?” tanyku pada pemilik perahu. Setelah negoisasi beberapa saat akhirnya harga disepakati yaitu Rp 20.000 per kepala karena selain kami bertiga ada dua pengunjung lainnya yang memiliki niat sama.
Kami bertiga pun naik perahu yang panjangnya kurang lebih tujuh meter dengan warna cat dominan biru muda mirip warna telor asin, yang menjadi ciri khas Kota Brebes. Gumpalan awan hitam bergelantungan di langit mengepung bukit-bukit kecil di kawasan waduk Malahayu. Guratan pada kayu jati tua dan suara riak-riak air dari bawah perahu memperlihatkan nuansa alam yang begitu kental. “Mmm… parasmu sungguh ayu,” gumamku berkeliling dengan perahu tradisional.
Menurut data di Wikipedia, waduk Malahayu dibangun tahun 1930 oleh Kolonial Belanda. Lokasinya berada di Desa Malahayu, Kecamatan Banjarharjo, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah atau sekira 45 menit dari Kecamatan Ketanggungan. Fungsi waduk sendiri disamping sebagai sarana irigasi lahan pertanian di wilayah Kecamatan Banjarharjo, Kersana, Ketanggungan, Losari, Tanjung dan Bulalakamba juga sebagai pengontrol banjir.
Perkembangan terakhir, waduk tersebut juga dimanfaatkan untuk tempat rekreasi dan perkemahan. Posisi waduk yang dikelilingi bukit dan hutan jati menjadikan tempat ini terlihat ayu. Warga sekitar Kota Brebes menjadikan tempat ini alternative rekreasi karena biaya tiket masuk yang murah hanya Rp 5.000 per motor atau Rp 10.000 untuk satu mobil.
Berbagai fasilitas tersedia di kompleks wisata ini antara lain kolam renang anak, mainan anak, becak air, perahu pesiar, perahu dayung, panggung terbuka serta disediakan tempat parkir yang cukup luas.
Sepanjang berkeliling waduk dengan perahu tua, kami bertiga menikmati nuansa alam yang eksotis dan ayu. Otot yang semula tegang menjadi lentur setelah memandangi bukit dan riak-riak air di waduk. Konon menurut mitos warga setempat, air waduk Malahayu memberikan manfaat untuk melanggengkan pasangan pengantin baru. Tak heran banyak pasangan pengantin baru membasuh mukanya dengan air waduk.
Dari tadi bicara waduk, makananya bagaimana?. Jangan-jangan tidak ada penjual makanan. Eit, sabat dulu. Anda tak perlu khawatir soal makanan karena meski hanya waduk tapi tak banyak penjual makanan di kawasan ini.
Di waduk ini, kita bisa menikmati renyahnya ikan mujair goring yang disediakan para pedagang. Menu ini adalah hidangan istimewa. Kemudahan mendapatkan makanan di tempat ini membuat sebagian kalangan memanfaatkan tempat ini untuk menggelar berbagai jenis lomba seperti balap perahu, lomba mancing, dan sebagainya. Puas menikmati nuansa alam waduk, anda yang hobi wisata kuliner bisa melanjutkan perjalanannya ke rumah makan Murni di Kecamatan Ketanggungan atau sekira 45 menit dari waduk.
Di rumah makan ini kita bisa menikmati lezatnya sate kambing muda, teh poci dengan pemanis gula batu dan sop. Lokasinya mudah dijangaku karena berada di jalur utama Brebes-Purwekerto. Tepatnya di samping Koramil Ketanggungan atau sekira 500 meter dari pintu Tol Pejagang, Kabupaten Brebes. Penasaran silahkan datang. Kenali negeri mu cintai negeri mu.

Selasa, 23 November 2010

sejarah

Waduk malahayu terletak di Desa Malahayu, Kecamatan Banjarharjo, Kabupaten Brebes,Jawa Tengah; ± 6 km dari Banjarharjo atau 17 km dari Tanjung. Luas kawasan ini sekitar 944 hektare dan dibangun pada tahun 1930 oleh Kolonial Belanda.Fungsi waduk ini disamping sebagai sarana irigasi lahan pertanian wilayah Kecamatan Banjarharjo, Kersana, Ketanggungan, Losari, Tanjung dan Bulalakamba juga sebagai pengontrol banjir serta dimanfaatkan untuk rekreasi. Di obyek wisata ini dapat ditemukan panorama alam pegunungan yang indah, dikelilingi hutan jati yang luas dan telah dijadikan bumi perkemahan dan wana wisata.
Berbagai fasilitas tersedia di kompleks wisata ini antara lain kolam renang anak, mainan anak, becak air, perahu pesiar, perahu dayung, panggung terbuka serta disediakan tempat parkir yang cukup luas.
Pada setiap Idul Fitri diadakan Pekan Wisata dengan pentas orkes melayu/dangdut sebagai hiburan. Sementara Sedekah Waduk, dilaksanakan oleh masyarakat setempat setiap hari raya.
Mitos yang hidup di masyarakat sekitar waduk ini adalah bahwa pasangan pengantin baru wajib membasuh muka dengan air waduk. Konon, pasangan yang melaksanakan hal itu akan langgeng mengarungi mahligai rumah tangga. Karena itu, hampir setiap ada pengantin baru, mereka selalu menyempatkan diri berkunjung ke lokasi tersebut. Yang unik, mereka kadang-kadang datang masih mengenakan pakaian pengantin, dengan diiringi puluhan bahkan ratusan pengiring. Tradisi ini dilaksanakan selain dipercaya mengandung berkah kelanggengan bagi pasangan itu, juga sebagai upaya tolak bala.
Mujair goreng adalah hidangan istimewa di lokasi wisata ini. Beberapa warung makan yang mendirikan bangunan di timur waduk menyediakan ikan mujair goreng dengan harga murah.
Terkadang diadakan lomba balap perahu, lomba mancing, dan sebagainya. Penduduk setempat juga menggunakan perahu compreng untuk rekreasi air mengelilingi waduk.
terletak di Desa Malahayu, Kecamatan Banjarharjo, Kabupaten Brebes,Jawa Tengah; ± 6 km dari Banjarharjo atau 17 km dari Tanjung. Luas kawasan ini sekitar 944 hektare dan dibangun pada tahun 1930 oleh Kolonial Belanda.
Fungsi waduk ini disamping sebagai sarana irigasi lahan pertanian wilayah Kecamatan Banjarharjo, Kersana, Ketanggungan, Losari, Tanjung dan Bulalakamba juga sebagai pengontrol banjir serta dimanfaatkan untuk rekreasi. Di obyek wisata ini dapat ditemukan panorama alam pegunungan yang indah, dikelilingi hutan jati yang luas dan telah dijadikan bumi perkemahan dan wana wisata.
Berbagai fasilitas tersedia di kompleks wisata ini antara lain kolam renang anak, mainan anak, becak air, perahu pesiar, perahu dayung, panggung terbuka serta disediakan tempat parkir yang cukup luas.
Pada setiap Idul Fitri diadakan Pekan Wisata dengan pentas orkes melayu/dangdut sebagai hiburan. Sementara Sedekah Waduk, dilaksanakan oleh masyarakat setempat setiap hari raya.
Mitos yang hidup di masyarakat sekitar waduk ini adalah bahwa pasangan pengantin baru wajib membasuh muka dengan air waduk. Konon, pasangan yang melaksanakan hal itu akan langgeng mengarungi mahligai rumah tangga. Karena itu, hampir setiap ada pengantin baru, mereka selalu menyempatkan diri berkunjung ke lokasi tersebut. Yang unik, mereka kadang-kadang datang masih mengenakan pakaian pengantin, dengan diiringi puluhan bahkan ratusan pengiring. Tradisi ini dilaksanakan selain dipercaya mengandung berkah kelanggengan bagi pasangan itu, juga sebagai upaya tolak bala.
Mujair goreng adalah hidangan istimewa di lokasi wisata ini. Beberapa warung makan yang mendirikan bangunan di timur waduk menyediakan ikan mujair goreng dengan harga murah.
Terkadang diadakan lomba balap perahu, lomba mancing, dan sebagainya. Penduduk setempat juga menggunakan perahu compreng untuk rekreasi air mengelilingi waduk.


Daftar isi
[sembunyikan]
  • 1 Dukuh Karacak
  • 2 Sindang Mulya
  • 3 Masih Ada Silsilah Keluarga Ke Desa Cipajang
  • 4 Adat Dan Budaya
  • 5 Bahasa Yang Digunakan
  • 6 Hasil Bumi
  • 7 Ideologi
  • 8 Politik
<!-- if (window.showTocToggle) { var tocShowText = "tampilkan"; var tocHideText = "sembunyikan"; showTocToggle(); } // -->
[sunting] Dukuh Karacak
Dukuh Karacak adalah sebuah nama Dukuh atau kampung yang masuk pada Desa Malahayu. Dukuh Karacak awalnya berada di dekatDesa malahayu, dikarena pemerintahan belanda membangun Bendungan waduk malahayu sebagai irigasi masyarakat sekitar maka lima desa di bedol atau dipindahkan salah satunya kampung Dukuh Karacak.
[sunting] Sindang Mulya
konon menurut tetua di Kampung Dukuh Kracak, kampung Karacak sebelum pindah bernama Sindang Mulya, hal itu dikarena pada jaman itu di dusun tersebut telah menjadi tempat transit atau tempat istirahat sementara para orang penting atau raja pada jamannya. di sebelah selatan kampung Sindang Mulya tersebut ada sebuah bukit yang bernama Bukit Karacak orang sekitar menyebutnya gunung Karacak, nah konon karena gunung atau bukit Karacak tersebut akhirnya Kampung Sindang Mulya Tersebut diberi nama Kampung Dukuh Karacak.
[sunting] Masih Ada Silsilah Keluarga Ke Desa Cipajang
Karena tejadinya perpindahan penduduk ke beberapa tempat diantaranya Desa Cipajang, maka sampai saat ini masyarakat sekitar meyakini ada hubungan satu nenek moyang antara Desa Malahayu dengan Dengan Desa Cipajang, hal itu dapat terlihat dari lanscap wilayah dan hubungan keluarga kedua desa tersebut sampai saat ini. Jika di perhatikan sampai saat ini memang kekeluargaan dan garis keturunan dari masing-masing desa tersebut masih dapat teridentifikasi dengan jelas, garis atau silsilah keluarga masih dapat di ceritakan oleh tetua (orang tua) di masing-masing desa tersebut.
[sunting] Adat Dan Budaya
Adat dan budaya di desa yang tersebar di bawah kecamatan Banjarharjo memiliki karakteristik hampir sama, mulai dari adat pernikahan, sunatan, sedekah bumi dan kegiatan kemasyarakat lainnya nyaris sama.
[sunting] Bahasa Yang Digunakan
di wilayah Kecamatan Banjarharjo Selatan Khususnya masyarakat disini menggunakan bahasa Sunda Campuran Jawa, atau istilah masyarakat sekitar sunda kasar. hal ini karena wilayah Banjarharjo selatan bersebelahan dengan Wilayah Jawa Barat. percampuran budaya Jawa di dalam Suku Sunda memang sangat bisa dirasakan di daerah ini.
[sunting] Hasil Bumi
Kondisi alam di daerah ini adalah pegunungan jadi mereka memiliki iklim bercocok taman padi Tadah Hujan yang dilakukan satu tahun sekali, sementara setelah itu biasanya dilanjutkan dengan menanam jagung, Bawang Merah, kacang Hijau dan Kedelai. Pegunungan di daerah ini ditumbungi dengan pohon Jati, sehingga pada saat kemarau udara panas lumayan terasa.
[sunting] Ideologi
Ideologi masyarakat Desa Malahayu dan sekitarnya masyoritas beragama Islam dan Berasaskan Pancasila, terbagi dalam beberapa golongan yakni Islam Nahdlatul Ulama (NU) dan Islam Muhammadiyah. Kegiatan-kegiatan keagaman di Mesjid, pesantren dan sekolah Islam terasa masih sangat kental dan ramai dilakukan oleh masyarakat disini.
[sunting] Politik
Kegiatan Politik masyarakat Desa Malahayu dan sekitarnya mengikuti apa yang terjadi saat ini berlaku, kegiatan kepartaian dan pemahaman terhadap nilai Demokratis cukup baik dijalankan di daerah ini. Terlihat dari kegiatan partai yang cukup beragam namun tetap menjaga kemananan satu sama lainnya. Partai politik yang menonjol di daerah ini adalah Partai Demokrat, Golkar, PAN, PPNU, PBB dan PDIP